Makna & Jenis Hijrah
Secara Bahasa atau etimologi, kata hijrah mengandung pengertian: memutuskan, atau meninggalkan, atau menjauhi. Sedangkan secara istilah, hijrah berarti proses peralihan diri untuk menjadi pribadi yang lebih baik dari sebelumnya, dengan meninggalkan dan menjauhi segala sesuatu yang diharamkan Allah SWT. Demikianlah sabda Baginda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam ketika ditanya mengenai pengertian hijrah. Beliau bersabda, yang artinya:
“Orang-orang yang berhijrah adalah mereka yang meninggalkan segala sesuatu yang dilarang oleh Allah SWT.” (HR. Al-Bukhari).
Menurut seorang cendekiawan muslim dan pakar fikih yang hidup di sekitar abad 13 Masehi (lahir 28 Januari 1292M dan wafat 15 September 1350M) bernama Muhammad bin Abi Bakr bin Ayyub bin Sa’d Al-Zar’i, atau yang lebih kita kenal dengan sebutan Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah, beliau berpendapat bahwa terdapat dua macam hijrah yang perlu diketahui, yaitu:
Hijrah bil Jasad (Hijrah Fisik) dan Hijrah bil Qalbi (Hijrah Hati).
Hijrah bil jasad berarti proses peralihan diri yang tampak secara fisik. Misalnya, seorang muslimah yang sebelumnya tidak berhijab, kini memutuskan untuk mengenakan hijabnya setiap hendak beraktivitas di luar rumah. Atau, seorang muslim yang dulunya tidak pernah terlihat shalat, kini sering terlihat hadir melaksanakan shalat berjamaah di masjid pada setiap awal waktu shalat fardhu.
Sedangkan hijrah bil qalbi adalah proses peralihan diri yang tidak lagi sebatas fisik saja, namun telah berada pada tingkatan yang lebih tinggi. Di tahapan ini, seorang hamba Allah yang berhijrah dengan hati, akan terus berusaha konsisten memantapkan hatinya di jalan Allah SWT. Dia tidak hanya menjaga fisiknya, namun juga menjaga pikirannya, bisikan hatinya dan cara pandangnya dari segala kemaksiatan dan kedurhakaan. Inilah inti sebenarnya dari proses berhijrah. Peralihan diri ke arah lebih baik secara totalitas (keseluruhan).
Upaya Berhijrah
Tidak jarang, jika ada seseorang yang sedang berhijrah di jalan Allah, maka ia hanya sekedar berhijrah secara fisik saja, namun dia lupa untuk menjaga dan menata hatinya agar terus menerus mengingat Allah SWT. Oleh karena itu, kita perlu menata diri agar proses hijrah kita selalu dalam rangkaian koridor pendekatan diri kepada Allah SWT, Rabb Semesta Alam Yang Maha Pengampun dan Maha Penyayang itu.
Upaya berhijrah yang perlu kita lakukan adalah:
- Luruskan niat.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, yang artinya:
“Semua perbuatan tergantung niatnya, dan (balasan) bagi tiap-tiap orang (tergantung) apa yang diniatkan; barangsiapa niat hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya adalah kepada Allah dan Rasul-Nya. Barangsiapa niat hijrahnya karena dunia yang ingin digapainya atau karena seorang perempuan yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya adalah kepada apa yang dia niatkan.” (HR. Al-Bukhari no.1 & Muslim no. 1907)
- Sesali dosa – Mohonkan Ampunan – Bertaubat
Lakukan tiga langkah sekaligus: menyesal atas seluruh dosa, bersegera memohon ampunan dan bertaubat kepada Allah SWT.
- Mohonkanlah ampunan kepada Allah SWT sesegera mungkin, agar kita kelak layak dimasukkan ke dalam Surga (QS. Ali Imran [3]:133).
- Taubat yang dilakukan disertai dengan penyesalan dan keimanan pastilah diterima oleh Allah SWT (QS. Al-A’raf [7]:153).
- Tidak hanya taubat kita diterima, Allah juga akan mengampuni dosa dan kesalahan kita tersebut (QS. An-Nahl [16]:119).
- Jangan sampai kita baru menyesal di hari akhirat, ketika semuanya sudah terlambat, sehingga berakhir menjadi ahli neraka (QS. Al-An’am [6]:27).
Penyesalan para ahli neraka di Akhirat:
- Tidak beriman dan beramal sholeh QS. Al-Fajr [89]:24.
- Murtad/ Keluar dari Islam (menjadi kafir) QS. Ali Imran [3]:106.
- Tidak taat pada Allah & Rasul-Nya QS. Al-Ahzab [33]:66.
- Tidak berteman dengan orang sholeh QS. Al-Furqan [25]:28.
- Minta dikembalikan lagi ke dunia, tapi tidak bisa QS. Al-An’am [6]:27.
- Mendapatkan buku amalnya dengan tangan kiri QS. Al-Haqqah [69]:25
- Ditempatkan di Neraka selamanya sehingga dia pun berharap alangkah baiknya menjadi tanah saja (berharap tidak dihisab) QS. An-Naba’ [78]:40.
Maka, sebelum kita diwafatkan Allah, pahamilah, bahwa sekelam apa pun masa lalu kita, pintu ampunan-Nya selalu terbuka lebar di sepanjang usia kita. Maka, segeralah bertaubat. Ini haruslah dilakukan secara sungguh-sungguh (taubatan nasuha), sesuai yang dicantumkan di salah satu ayat-Nya:
“Wahai orang-orang yang beriman! Bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang semurni-murninya, mudah-mudahan Tuhan kamu akan menghapus kesalahan-kesalahanmu dan memasukkan kamu ke dalam surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai …” QS. At-Tahrim [66]:8.
Senada dengan kalam Ilahi yang dicantumkan di dalam Al-Qur’an Al-Karim itu, Baginda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pun bersabda, yang artinya:
“Setiap manusia pasti pernah berbuat salah, namun yang paling baik dari mereka yang berbuat salah adalah mereka yang mau bertaubat.” (HR. At-Tirmidzi no. 2499).
- Jangan berputus asa dari kasih sayang (rahmat) Allah.
Allah SWT berfirman dalam Surah Az-Zumar, yang artinya:
Katakanlah: “Wahai hamba-hamba-Ku yang telah melampaui batas terhadap diri mereka sendiri. Janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sungguh, Dia-lah yang Maha Pengampun dan Maha Penyayang.” (QS. Az-Zumar [39]:53).
- Hijrah memang berat. Namun yakinlah, Allah SWT langsung yang akan meringankan kita dengan memberikan petunjuk (solusi) terbaik-Nya.
Allah SWT berfirman, yang artinya:
“Dan Allah akan menambah petunjuk kepada mereka yang telah mendapat petunjuk. Dan amal kebajikan yang kekal itu lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu dan lebih baik kesudahannya.” (QS. Maryam [19]:76).
- Segeralah Cari dan Pertahankan Sahabat Sholeh/ Sholehah.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, yang artinya:
“Seseorang yang duduk (berteman) dengan orang sholeh dan orang jelek adalah bagaikan berteman dengan pemilik minyak misk dan pandai besi. Jika engkau tidak dihadiahkan minyak misk olehnya, engkau bisa membeli darinya atau minimal mendapat wanginya. Adapun berteman dengan pandai besi, jika engkau tidak mendapati badanmu atau pakaianmu hangus terbakar, minimal engkau mendapati baunya yang tidak enak.” (HR. Al-Bukhari no. 2101).
Semoga, selepas bulan Ramadhan yang mulia ini, kita bisa mempertahankan hijrah kita dan meningkatkan ketaqwaan kita kepada Allah SWT di luar bulan Ramadhan dengan kegiatan berlandaskan amal sholeh yang mulia pula.
Wallahu a’lam bishawab.
0 Comments